2.1. DEFENISI
Preeklampsia ialah timbulnya hipertensi
disertai proteinuria dan / atau edema akibat dari kehamilan setelah umur
kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan, bahkan setelah 24 jam post
partum.3
Sebelumnya, edema termasuk ke dalam
salah satu kriteria diagnosis preeklampsia, namun sekarang tidak lagi
dimasukkan ke dalam kriteria diagnosis, karena pada wanita hamil umum ditemukan
adanya edema, terutama di tungkai, karena adanya stasis pembuluh darah.4
Hipertensi umumnya timbul terlebih
dahulu dari pada tanda-tanda lain. Kenaikan tekanan sistolik > 30 mmHg dari
nilai normal atau mencapai 140 mmHg, atau kenaikan tekanan diastolik > 15
mmHg atau mencapai 90 mmHg dapat membantu ditegakkannya diagnosis hipertensi.
Penentuan tekanan darah dilakukan minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam pada
keadaan istirahat.4
Proteinuria ditandai dengan ditemukannya
protein dalam urin 24 jam yang kadarnya melebihi 0.3 gram/liter atau
pemeriksaan kualitatif menunjukkan 1+ atau 2+ atau 1 gram/liter atau lebih
dalam urin yang dikeluarkan dengan kateter atau midstream yang diambil minimal
2 kali dengan jarak waktu 6 jam. Umumnya proteinuria timbul lebih lambat,
sehingga harus dianggap sebagai tanda yang serius.4
Walaupun edema tidak lagi menjadi bagian
kriteria diagnosis pre-eklampsia, namun adanya penumpukan cairan secara umum
dan berlebihan di jaringan tubuh harus teteap diwaspadai. Edema dapat
menyebabkan kenaikan berat badan tubuh. Normalnya, wanita hamil mengalami
kenaikan berat badan sekitar 0.5 kg per minggu. Apabila kenaikan berat badannya
lebih dari normal, perlu dicurigai timbulnya pre-eklampsia.4
Preeklampsia pada perkembangannya dapat
berkembang menjadi eklampsia, yang ditandai dengan timbulnya kejang atau
konvulsi. Eklampsia dapat menyebabkan terjadinya DIC (Disseminated
intravascular coagulation) yang menyebabkan jejas iskemi pada berbagai organ,
sehingga eklampsia dapat berakibat fatal.4
Preeklampsia
berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai
dengan timbulnya tekanan darah tinggi 160/110 mmHg atau lebih disertai
proteinuria dan/atau edema pada kehamilan 20 minggu atau lebih.5-7
2.2. EPIDEMIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO
PREEKLAMPSIA
Preeklampsia dapat di temui pada sekitar
5-10% kehamilan, terutama kehamilan pertama pada wanita berusia di atas 35
tahun. Frekuensi pre-eklampsia pada primigravida lebih tinggi bila dibandingkan
dengan multigravida, terutama pada primigravida muda. Diabetes mellitus, mola
hidatidosa, kehamilan ganda, hidrops fetalis, usia > 35 tahun, dan obesitas
merupakan faktor predisposisi terjadinya pre-eklampsia.4
Penelitian berbagai faktor risiko
terhadap hipertensi pada kehamilan / preeklampsia /eklampsia.4
· Usia
Insidens
tinggi pada primigravida muda, meningkat pada primigravida tua. Pada wanita
hamil berusia kurang dari 25 tahun insidens > 3 kali lipat.
Pada
wanita hamil berusia lebih dari 35 tahun, dapat terjadi hipertensi laten
· Paritas
Angka
kejadian tinggi pada primigravida, muda maupun tua, primigravida tua risiko
lebih tinggi untuk pre-eklampsia berat.
· Ras/golongan
etnik
mungkin
ada perbedaan perlakuan/akses terhadap berbagai etnik di banyak Negara
· Faktor
keturunan
Jika
ada riwayat pre-eklampsia/eklampsia pada ibu/nenek penderita, faktor risiko
meningkat sampai + 25%
· Faktor
gen
Diduga
adanya suatu sifat resesif (recessive trait), yang ditentukan genotip ibu dan
janin.
· Diet/gizi
Tidak
ada hubungan bermakna antara menu/pola diet tertentu (WHO). Penelitian lain :
kekurangan kalsium berhubungan dengan angka kejadian yang tinggi. Angka
kejadian juga lebih tinggi pada ibu hamil yang obese/overweight.
· Iklim
/ musim
Di
daerah tropis insidens lebih tinggi
· Tingkah
laku/sosioekonomi
Kebiasaan
merokok : insidens pada ibu perokok lebih rendah, namun merokok selama hamil
memiliki risiko kematian janin dan pertumbuhan janin terhambat yang jauh lebih
tinggi.
Aktifitas
fisik selama hamil : istirahat baring yang cukup selama hamil mengurangi
kemungkinan/insidens hipertensi dalam kehamilan.
· Hiperplasentosis
Proteinuria
dan hipertensi gravidarum lebih tinggi pada kehamilan kembar, dizigotik lebih
tinggi daripada monozigotik.
· Hidrops
fetalis : berhubungan, mencapai sekitar 50% kasus
· Diabetes
mellitus : angka kejadian yang ada kemungkinan patofisiologinya bukan
pre-eklampsia murni, melainkan disertai kelainan ginjal/vaskular primer akibat
diabetesnya.
· Mola
hidatidosa : diduga degenerasi trofoblas berlebihan berperan menyebabkan
pre-eklampsia. Pada kasus mola, hipertensi dan proteinuria terjadi lebih dini/pada
usia kehamilan muda, dan ternyata hasil pemeriksaan patologi ginjal juga sesuai
dengan pada pre-eklampsia.
· Riwayat
pre-eklampsia.
· Kehamilan
pertama
· Usia
lebih dari 40 tahun dan remaja
· Obesitas
· Kehamilan
multiple
· Diabetes
gestasional
· Riwayat
diabetes, penyakit ginjal, lupus, atau rheumatoid arthritis. 4
2.3. ETIOLOGI
Penyebab preeklampsia sampai saat ini
masih belum diketahui secara pasti, sehingga penyakit ini disebut dengan “The
Diseases of Theories”.
Beberapa
faktor yang berkaitan dengan terjadinya preeklampsia adalah :
1. Faktor
Trofoblast
Semakin
banyak jumlah trofoblast semakin besar kemungkina terjadinya Preeklampsia. Ini
terlihat pada kehamilan Gemeli dan Molahidatidosa. Teori ini didukung pula
dengan adanya kenyataan bahwa keadaan preeklampsia membaik setelah plasenta
lahir.1
2. Faktor Imunologik
Preeklampsia
sering terjadi pada kehamilan pertama dan jarang timbul lagi pada kehamilan
berikutnya. Secara Imunologik dan diterangkan bahwa pada kehamilan pertama pembentukan
“Blocking Antibodies” terhadap antigen plasenta tidak sempurna, sehingga timbul
respons imun yang tidak menguntungkan terhadap Histikompatibilitas Plasenta.
Pada kehamilan berikutnya, pembentukan “Blocking Antibodies” akan lebih banyak
akibat respos imunitas pada kehamilan sebelumnya, seperti respons imunisasi.1
Fierlie
FM (1992) mendapatkan beberapa data yang mendukung adanya sistem imun pada
penderita Preeklampsia-Eklampsia :
a) Beberapa
wanita dengan Preeklampsia-Eklampsia mempunyai komplek imun dalam serum.
b) Beberapa
studi juga mendapatkan adanya aktivasi system komplemen pada
Preeklampsia-Eklampsia diikuti dengan
proteinuri.
Stirat
(1986) menyimpulkan meskipun ada beberapa pendapat menyebutkan bahwa sistem
imun humoral dan aktivasi komplemen terjadi pada Preeklampsia-Eklampsia, tetapi
tidak ada bukti bahwa sistem imunologi bisa menyebabkan Preeklampsia-Eklampsia.2
3. Faktor Hormonal
Penurunan
hormon Progesteron menyebabkan penurunan Aldosteron antagonis, sehingga
menimbulkan kenaikan relative Aldoteron yang menyebabkan retensi air dan natrium, sehingga terjadi
Hipertensi dan Edema.1
4. Faktor Genetik
Menurut
Chesley dan Cooper (1986) bahwa Preeklampsia / eklampsia bersifat diturunkan
melalui gen resesif tunggal.2 Beberapa bukti yang menunjukkan peran
faktor genetic pada kejadian Preeklampsia-Eklampsia antara lain:
a) Preeklampsia
hanya terjadi pada manusia.
b) Terdapatnya
kecendrungan meningkatnya frekwensi Preeklampsia-Eklampsia pada anak-anak dari
ibu yang menderita Preeklampsia-Eklampsia.
c) Kecendrungan
meningkatnya frekwensi Preeklampsia-Eklampsia pada anak dan cucu ibu hamil
dengan riwayat Preeklampsia-Eklampsia dan bukan pada ipar mereka.8
5. Faktor Gizi
Menurut
Chesley (1978) bahwa faktor nutrisi yang
kurang mengandung asam lemak essensial terutama asam Arachidonat sebagai
precursor sintesis Prostaglandin akan menyebabkan “Loss Angiotensin
Refraktoriness” yang memicu terjadinya preeklampsia.1
6. Peran Prostasiklin dan Tromboksan
Pada
Preeklampsia-Eklampsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler, sehingga
terjadi penurunan produksi prostasiklin (PGI 2) yang pada kehamilan normal
meningkat, aktivasi penggumpalan dan fibrinolisis, yang kemudian akan diganti
trombin dan plasmin. Trombin akan mengkonsumsi antitrombin III, sehingga
terjadi deposit fibrin. Aktivasi trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan
(TXA2) dan serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel.8
2.4. PATOGENESIS / PATOFISIOLOGI PRE
EKLAMPSIA
Belum diketahui dengan pasti, secara
umum pada Preeklampsia terjadi perubahan dan gangguan vaskuler dan hemostatis.
Sperof (1973) menyatakan bahwa dasar
terjadinya Preeklampsia adalah iskemik uteroplasentar, sehingga terjadi
ketidakseimbangan antara massa plasenta yang meningkat dengan aliran perfusi
sirkulasi darah plasenta yang berkurang.9
Disfungsi plasenta juga ditemukan pada
preeklampsia, sehingga terjadi penurunan kadar 1 α-25 (OH)2 dan
Human Placental Lagtogen (HPL), akibatnya terjadi penurunan absorpsi kalsium
dari saluran cerna. Untuk mempertahankan penyediaan kalsium pada janin, terjadi
perangsangan kelenjar paratiroid yang mengekskresi paratiroid hormon (PTH)
disertai penurunan kadar kalsitonin yang mengakibatkan peningkatan absorpsi
kalsium tulang yang dibawa melalui sirkulasi ke dalam intra sel. Peningkatan
kadar kalsium intra sel mengakibatkan peningkatan kontraksi pembuluh darah,
sehingga terjadi peningkatan tekanan darah.9
Teori vasospasme dan respons vasopresor
yang meningkat menyatakan prostaglandin berperan sebagai mediator poten
reaktivitas vaskuler. Penurunan sintesis prostaglandin dan peningkatan
pemecahannya akan meningkatkan kepekaan vaskuler terhadap Angiotensin II.
Angiotensin II mempengaruhi langsung sel endotel yang resistensinya terhadap
efek vasopresor berkurang, sehingga terjadi vasospasme. Penyempitan vaskuler
menyebabkan hambatan aliran darah yang menyebabkan hambatan aliran darah yang
menyebabkan tejadinya hipertensi arterial yang membahayakan pembuluh darah
karena gangguan aliran darah vasavasorum, sehingga terjadi hipoksia dan
kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan dilepasnya Endothelin – 1
yang merupakan vasokonstriktor kuat. Semua ini menyebabkan kebocoran antar sel
endotel, sehingga unsur-unsur pembentukan darah seperti thrombosit dan
fibrinogen tertimbun pada lapisan subendotel yang menyebabkan gangguan ke
berbagai sistem organ. 9
Fungsi organ-organ lain
Otak
Pada hamil normal, perfusi serebral
tidak berubah, namun pada pre-eklampsia terjadi spasme pembuluh darah otak,
penurunan perfusi dan suplai oksigen otak sampai 20%. Spasme menyebabkan
hipertensi serebral, faktor penting terjadinya perdarahan otak dan kejang /
eklampsia.4
Hati
Terjadi peningkatan aktifitas
enzim-enzim hati pada pre-eklampsia, yang berhubungan dengan beratnya penyakit.4
Ginjal
Pada pre-eklampsia, arus darah efektif
ginjal berkurang + 20%, filtrasi glomerulus berkurang + 30%. Pada kasus berat
terjadi oligouria, uremia, sampai nekrosis tubular akut dan nekrosis korteks
renalis. Ureum-kreatinin meningkat jauh di atas normal. Terjadi juga
peningkatan pengeluaran protein (”sindroma nefrotik pada kehamilan”).4
Sirkulasi
uterus , koriodsidua
Perubahan arus darah di uterus,
koriodesidua dan plasenta adalah patofisiologi yang terpenting pada
pre-eklampsia, dan merupakan faktor yang menentukan hasil akhir kehamilan.
1. Terjadi
iskemia uteroplasenter, menyebabkan ketidakseimbangan antara massa plasenta
yang meningkat dengan aliran perfusi darah sirkulasi yang berkurang.
2. hipoperfusi
uterus menjadi rangsangan produksi renin di uteroplasenta, yang mengakibatkan
vasokonstriksi vaskular daerah itu. Renin juga meningkatkan kepekaan vaskular
terhadap zat-zat vasokonstriktor lain (angiotensin, aldosteron) sehingga
terjadi tonus pembuluh darah yang lebih tinggi.
3. karena
gangguan sirkulasi uteroplasenter ini, terjadi penurunan suplai oksigen dan
nutrisi ke janin. Akibatnya bervariasi dari gangguan pertumbuhan janin sampai
hipoksia dan kematian janin.4
2.5. GEJALA KLINIS PEB
Gejala
preeklampsia adalah :
1. Hipertensi
2. Edema
3. Proteinuria
4. Gejala subjektif : sakit kepala, nyeri ulu
hati, gangguan penglihatan.2
Dikatakan
preeklampsia berat bila dijumpai satu atau lebih tanda/gejala berikut :
1. TD
≥ 160 / 110 mmHg
2. Proteinuria
> 5 gr / 24 jamatau kualitatif 3+ /
4+
3. Oliguria
≤ 500 ml / 24 jam
4. Peningkatan
kadar enzim hati dan / atau ikterus
5. Nyeri
kepala frontal atau gangguan penglihatan
6. Nyeri
epigastrium
7. Edema
paru atau sianosis
8. Pertumbuhan
janin intra uterin yang terhambat (IUFGR)
9. HELLP
Syndrom (H = Hemolysis, E = Elevated, L = Liver enzyme, LP = Low Platelet
Counts)
10. Koma
2,9
Diagnosis
preeklampsia bisa ditegakkan jika terdapat minimal gejala hipertensi dan proteinuria.4
2.6. Pemeriksaan Fisik
·
Tekanan darah harus diukur dalam setiap
ANC
·
Tinggi fundus harus diukur dalam setiap
ANC untuk mengetahui adanya retardasi pertumbuhan intrauterin atau
oligohidramnion
·
Edema pada muka yang memberat
·
Peningkatan berat badan lebih dari 0,5
kg per minggu atau peningkatan berat badan secara tiba-tiba dalam 1-2 hari.4
2.7. Pemeriksaan Penunjang
Saat ini belum ada pemeriksaan penyaring
yang terpercaya dan efektif untuk preeklampsia. Dulu, kadar asam urat digunakan
sebagai indikator preeklampsia, namun ternyata tidak sensitif dan spesifik
sebagai alat diagnostik. Namun, peningkatan kadar asam urat serum pada wanita
yang menderita hipertensi kronik menandakan peningkatan resiko terjadinya
preeklampsia superimpose.
Pemeriksaan laboratorium dasar harus
dilakukan di awal kehamilan pada wanita dengan faktor resiko menderita
preeklampsia, yang terdiri dari pemeriksaan kadar enzim hati, hitung trombosit,
kadar kreatinin serum, dan protein total pada urin 24 jam.
Pada wanita yang telah didiagnosis
preeklampsia, harus dilakukan juga pemeriksaan kadar albumin serum, LDH, apus
darah tepi, serta waktu perdarahan dan pembekuan. Semua pemeriksaan ini harus
dilakukan sesering mungkin untuk memantau progresifitas penyakit.4
2.8. Prognosis
Kematian
ibu antara 9.8%-25.5%, kematian bayi 42.2% -48.9%.4
2.9.
Komplikasi
§ Solusio
plasenta: Biasa terjadi pada ibu dengan hipertensi akut.
§ Hipofibrinogenemia
§ Hemolisis:
Gejala kliniknya berupa ikterik. Diduga terkait nekrosis periportal hati pada
penderita pre-eklampsia.
§ Perdarahan
otak: Merupakan penyebab utama kematian maternal penderita eklampsia.
§ Kelainan
mata: Kehilangan penglihatan sementara dapat terjadi. Perdarahan pada retina
dapat ditemukan dan merupakan tanda gawat yang menunjukkan adanya apopleksia serebri.
§ Edema
paru
§ Nekrosis
hati: Terjadi pada daerah periportal akibat vasospasme arteriol umum. Diketahui
dengan pemeriksaan fungsi hati, terutama dengan enzim.
§ Sindrom
HELLP (hemolisis, elevated liver enzymes, dan low platelet).
§ Prematuritas
§ Kelainan
ginjal: Berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan sitoplasma sel
endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya. Bisa juga terjadi
anuria atau gagal ginjal.
§ DIC
(Disseminated Intravascular Coagulation): Dapat terjadi bila telah mencapai tahap
eklampsia.4
2.10. DIAGNOSIS BANDING
1) Kehamilan
dengan sindrom nefrotik
2) Kehamilan
dengan payah jantung5
3) Hipertensi
Kronis
4) Penyakit
Ginjal
5) Edema
Kehamilan
6) Proteinuria
Kehamilan1
2.11. PENATALAKSANAAN PEB
2.11.1.
Penanganan di Puskesmas
Mengingat terbatasnya fasilitas yang
tersedia di puskesmas, maka secara prinsip, kasus-kasus preeklampsia berat dan
eklampsia harus dirujuk ke tempat pelayanan kesehatan dengan fasilitas yang
lebih lengkap. Persiapan-persiapan yang dilakukan dalam merujuk penderita adalah
sebagai berikut:
a) Menyiapkan
surat rujukan yang berisikan riwayat penderita.
b) Menyiapkan
partus set dan tongue spatel (sudip lidah).
c) Menyiapkan
obat-obatan antara lain: valium injeksi, antihipertensi, oksigen, cairan infus
dextrose/ringer laktat.
d) Pada
penderita terpasang infus dengan blood set.
e) Pada
penderita eklampsia, sebelum berangkat diinjeksi valium 20 mg/iv, dalam
perjalanan diinfus drip valium 10 mg/500 cc dextrose dalam maintenance drops.
Selain
itu diberikan oksigen, terutama saat kejang, dan terpasang tongue spatel.2
2.11.2.
Penanganan di Rumah Sakit
Ditinjau
dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala pre eklampsia berat selama
perawatan, maka perawatan dibagi menjadi:
1. Perawatan
aktif yaitu kehamilan segera diakhiri atau diterminasi ditambah pengobatan medicinal.
2. Perawatan
konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan ditambah pengobatan medicinal.7
1.
Perawatan
Aktif
a) Indikasi
·
Hasil penilaian kesejahteraan janin
jelek
·
Adanya gejala-gejala impending eklampsia
·
Adanya Sindrom Hellp
·
Kehamilan aterm ( > 37 minggu)
·
Apabila perawatan konservatif gagal.5
b) Pengobatan
Medisinal
1) Segera
rawat di ruangan yang terang dan tenang, terpasang infus Dx/RL dari IGD.
2) Tirah
baring miring ke satu sisi.
3) Diet
cukup protein, rendah KH-lemak dan garam.
4) Antasida.
5) Anti
kejang:
a. Sulfas
Magnesikus (MgSO4)
Syarat-syarat
pemberian MgSO4
- Tersedia
antidotum MgSO4 yaitu calcium gluconas 10%, 1 gram (10% dalam 10 cc)
diberikan intravenous dalam 3 menit.
- Refleks
patella positif kuat
- Frekuensi
pernapasan > 16 kali per menit, tanda distress pernafasan (-)
- Produksi
urin > 100 cc dalam 4 jam sebelumnya (0,5 cc/kgBB/jam).7
Cara
Pemberian:
- Jika
ada tanda impending eklampsi dosis awal diberikan IV + IM, jika tidak ada,
dosis awal cukup IM saja. Dosis awal sekitar 4 gram MgSO4 IV (20 % dalam 20 cc)
selama 4 menit (1 gr/menit) atau kemasan
20% dalam 25 cc larutan MgSO4 (dalam 3-5 menit). Diikuti segera 4 gram
di bokong kiri dan 4 gram di bokong kanan (40 % dalam 10 cc) dengan jarum no 21
panjang 3,7 cm. Untuk mengurangi nyeri dapat diberikan 1 cc xylocain 2% yang tidak mengandung
adrenalin pada suntikan IM.
- Dosis
ulangan diberikan setelah 6 jam pemberian dosis awal, dosis ulangan 4 gram MgSO4
40% diberikan secara intramuskuler setiap 6 jam, bergiliran pada bokong
kanan/kiri dimana pemberian MgSO4 tidak melebihi 2-3 hari.7
Penghentian
MgSO4 :
Ada
tanda-tanda keracunan yaitu kelemahan otot, hipotensi, refleks fisiologis
menurun, fungsi jantung terganggu, depresi SSP, kelumpuhan dan selanjutnya
dapat menyebabkan kematian karena kelumpuhan otot-otot pernapasan karena ada
serum 10 U magnesium pada dosis adekuat adalah 4-7 mEq/liter. Refleks
fisiologis menghilang pada kadar 8-10 mEq/liter. Kadar 12-15 mEq terjadi
kelumpuhan otot-otot pernapasan dan lebih 15 mEq/liter terjadi kematian
jantung.
Bila
timbul tanda-tanda keracunan magnesium sulfat
- Hentikan
pemberian magnesium sulfat
- Berikan
calcium gluconase 10% 1 gram (10% dalam 10 cc) secara IV dalam waktu 3 menit.
- Berikan
oksigen.
- Lakukan
pernapasan buatan.
Magnesium
sulfat dihentikan juga bila setelah 6 jam pasca persalinan sudah terjadi
perbaikan (normotensif).7
b)
Diazepam
Digunakan
bila MgSO4 tidak tersedia, atau syarat pemberian MgSO4
tidak dipenuhi. Cara pemberian: Drip 10 mg dalam 500 ml, max. 120 mg/24 jam.
Jika dalam dosis 100 mg/24 jam tidak ada perbaikan, rawat di ruang ICU.8
6) Diuretika
Diuretikum
tidak diberikan kecuali bila ada tanda-tanda edema paru, payah jantung
kongestif atau edema anasarka. Diberikan furosemid injeksi 40 mg/im.7
7) Anti
hipertensi
Tekanan
darah sistolis > 180 mmHg, diastolis > 110 mmHg. Sasaran pengobatan
adalah tekanan diastolis < 105 mmHg (bukan kurang 90 mmHg) karena akan
menurunkan perfusi plasenta.
Dosis
antihipertensi sama dengan dosis antihipertensi pada umumnya.
Bila
dibutuhkan penurunan tekanan darah secepatnya, dapat diberikan obat-obat
antihipertensi parenteral (tetesan kontinyu), catapres injeksi. Dosis yang
biasa dipakai 5 ampul dalam 500 cc cairan infus atau press disesuaikan dengan
tekanan darah.
Bila
tidak tersedia antihipertensi parenteral dapat diberikan tablet antihipertensi
secara sublingual atau oral. Obat pilihan adalah nifedipin yang diberikan 5-10
mg oral yang dapat diulang sampai 8 kali/24 jam.7
8) Kardiotonika
Indikasinya
bila ada tanda-tanda menjurus payah jantung, diberikan digitalisasi cepat
dengan cedilanid D.7
9) Lain-lain
- Konsul
bagian penyakit dalam / jantung, dan mata.
- Obat-obat
antipiretik diberikan bila suhu rektal > 38,5 oC dapat dibantu
dengan pemberian kompres dingin atau alkohol atau xylomidon 2 cc IM.
- Antibiotik
diberikan atas indikasi. Diberikan ampicillin 1 gr/6 jam/IV/hari.
- Analgetik
bila penderita kesakitan atau gelisah karena kontraksi uterus. Dapat diberikan
petidin HCL 50-75 mg sekali saja, selambat-lambatnya 2 jam sebelum janin lahir.7
- Anti
Agregasi Platelet: Aspilet 1x80 mg/hari
Syarat:
Trombositopenia (<60.000/cmm)8
c)
Pengobatan obstetrik
Cara
terminasi kehamilan yang belum inpartu :
§ Induksi
persalinan : tetesan oksitosin dengan syarat nilai Bishop 5 atau lebih dan
dengan fetal heart monitoring.
§ Seksio
sesaria bila :
Ø Fetal
assesment jelek
Ø Syarat
tetesan oksitosin tidak dipenuhi (nilai Bishop kurang dari 5) atau adanya
kontraindikasi tetesan oksitosin.
Ø 12
jam setelah dimulainya tetesan oksitosin belum masuk fase aktif. Pada
primigravida lebih diarahkan untuk dilakukan terminasi dengan seksio sesaria.7
Cara
terminasi kehamilan yang sudah inpartu :
Kala
I
§ Fase
laten : 6 jam belum masuk fase aktif maka dilakukan seksio sesaria.
§ Fase
aktif :
Ø Amniotomi
saja
Ø Bila
6 jam setelah amniotomi belum terjadi pembukaan lengkap maka dilakukan seksio
sesaria (bila perlu dilakukan tetesan oksitosin).7
Kala
II
Pada
persalinan per vaginam maka kala II diselesaikan dengan partus buatan vakum
ekstraksi/forcep ekstraksi. Amniotomi dan tetesan oksitosin dilakukan
sekurang-kurangnya 3 menit setelah pemberian pengobatan medisinal. Pada
kehamilan <37 minggu; bila keadaan memungkinkan, terminasi ditunda 2 kali 24
jam untuk maturasi paru janin dengan memberikan kortikosteroid.7,8
2.
Perawatan
Konservatif
a) Indikasi
perawatan konservatif bila kehamilan preterm kurang dari 37 minggu tanpa disertai tanda-tanda inpending
eklampsia dengan keadaan janin baik.
b) Pengobatan
medisinal : Sama dengan perawatan medisinal pada pengelolaan aktif. Hanya
loading dose MgSO4 tidak diberikan intravenous, cukup intramuskuler saja dimana
4 gram pada bokong kiri dan 4 gram pada bokong kanan.
c) Pengobatan
obstetri :
· Selama
perawatan konservatif : observasi dan evaluasi sama seperti perawatan aktif
hanya disini tidak dilakukan terminasi.
· MgSO4
dihentikan bila ibu sudah mempunyai tanda-tanda pre eklampsia ringan,
selambat-lambatnya dalam 24 jam.
· Bila
setelah 24 jam tidak ada perbaikan maka dianggap pengobatan medisinal gagal dan
harus diterminasi.
· Bila
sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan maka diberi lebih dahulu MgSO4 20% 2
gram intravenous.
d) Penderita
dipulangkan bila :
· Penderita
kembali ke gejala-gejala / tanda-tanda pre eklampsia ringan dan telah dirawat
selama 3 hari.
· Bila
selama 3 hari tetap berada dalam keadaan pre eklampsia ringan : penderita dapat
dipulangkan dan dirawat sebagai pre eklampsia ringan (diperkirakan lama
perawatan 1-2 minggu).7
2.
PENCEGAHAN
1) Meningkatkan
jumlah balai pemeriksaan antenatal dan mengusahakan agar semua wanita hamil
memeriksakan diri sejak hamil muda.
2) Mencari
pada setiap pemeriksaan tanda-tanda preeklampsia dan mengobatinya segera
apabila ditemukan.
3) Mengakhiri
kehamilan sedapat-dapatnya pada kehamilan 37 minggu ke atas apabila setelah
dirawat tanda-tanda preeklampsia tidak juga dapat dihilangkan.4
No comments:
Post a Comment