Penyakit Parkinson
adalah penyakit neurodegeneratif yang bersifat kronis progresif, merupakan
penyakit terbanyak kedua setelah demensia Alzheimer. Penyakit ini memiliki
dimensi gejala yang sangat luas sehingga baik langsung maupun tidak langsung
mempengaruhi kualitas hidup penderita maupun keluarga. Pertama kali
ditemukan oleh seorang dokter inggris yang bernama James Parkinson pada tahun
1887. Penyakit ini merupakan suatu kondisi ketika seseorang
mengalami ganguan pergerakan.
Tanda-tanda
khas yang ditemukan pada penderita diantaranya resting tremor, rigiditas,
bradikinesia, dan instabilitas postural. Tanda-tanda motorik tersebut merupakan akibat
dari degenerasi neuron dopaminergik pada system nigrostriatal. Namun, derajat
keparahan defisit motorik tersebut beragam. Tanda-tanda motorik pasien sering
disertai depresi, disfungsi kognitif, gangguan tidur, dan disfungsi autonom.
Penyakit
Parkinson terjadi di seluruh dunia, jumlah penderita antara pria dan wanita
seimbang. 5 – 10 % orang yang terjangkit penyakit parkinson, gejala awalnya
muncul sebelum usia 40 tahun, tapi rata-rata menyerang penderita pada usia 65
tahun. Secara keseluruhan, pengaruh usia pada umumnya mencapai 1 % di seluruh
dunia dan 1,6 % di Eropa, meningkat dari 0,6 % pada usia 60 – 64 tahun sampai
3,5 % pada usia 85 – 89 tahun.
Penyakit
Parkinson dimulai secara samar-samar dan berkembang secara perlahan. Pada
banyak penderita, pada mulanya Penyakit Parkinson muncul sebagai tremor
(gemetar) tangan ketika sedang beristirahat, tremor akan berkurang jika
tangan digerakkan secara sengaja dan menghilang selama tidur. Stres emosional
atau kelelahan bisa memperberat tremor. Pada awalnya tremor terjadi pada
satu tangan, akhirnya akan mengenai tangan lainnya, lengan dan tungkai. Tremor
juga akan mengenai rahang, lidah, kening dan kelopak mata.
Penderita Penyakit
Parkinson mengalami kesulitan dalam memulai suatu pergerakan dan
terjadi kekakuan otot. Jika lengan bawah ditekuk ke belakang atau diluruskan
oleh orang lain, maka gerakannya terasa kaku. Kekakuan dan imobilitas
bisa menyebabkan sakit otot dan kelelahan. Kekakuan dan kesulitan dalam memulai
suatu pergerakan bisa menyebabkan berbagai kesulitan. Otot-otot kecil di tangan
seringkali mengalami gangguan, sehingga pekerjaan sehari -hari (misalnya
mengancingkan baju dan mengikat tali sepatu) semakin sulit dilakukan. Penderita
Penyakit
Parkinson mengalami kesulitan dalam melangkah dan seringkali
berjalan tertatih-tatih dimana lengannya tidak berayun sesuai dengan
langkahnya. Jika penderita Penyakit Parkinson sudah mulai berjalan, mereka
mengalami kesulitan untuk berhenti atau berbalik. Langkahnya bertambah cepat
sehingga mendorong mereka untuk berlari kecil supaya tidak terjatuh. Sikap
tubuhnya menjadi bungkuk dan sulit mempertahankan keseimbangan sehingga
cenderung jatuh ke depan atau ke belakang. Wajah penderita Penyakit
Parkinson menjadi kurang ekspresif karena otot-otot wajah untuk membentuk
ekspresi tidak bergerak. Kadang berkurangnya ekspresi wajah ini disalah artikan
sebagai depresi, walaupun memang banyak penderita Penyakit Parkinson
yang akhirnya mengalami depresi. Pandangan tampak kosong dengan mulut terbuka
dan matanya jarang mengedip. Penderita Penyakit Parkinson seringkali ileran
atau tersedak karena kekakuan pada otot wajah dan tenggorokan menyebabkan
kesulitan menelan. Penderita Penyakit Parkinson berbicara sangat pelan dan
tanpa aksen (monoton) dan menjadi gagap karena mengalami kesulitan dalam
mengartikulasikan fikirannya. Sebagian besar penderita memiliki intelektual
yang normal, tetapi ada juga yang menjadi pikun.
DEFINISI
Penyakit Parkinson (paralysis agitans)
atau sindrom Parkinson (Parkinsonismus) merupakan suatu penyakit/sindrom
karena gangguan pada ganglia basalis akibat penurunan atau tidak adanya
pengiriman dopamine dari substansia nigra ke globus palidus/ neostriatum (striatal
dopamine deficiency).
Penyakit Parkinson
adalah penyakit neurodegeneratif progresif yang berkaitan erat dengan usia.
Penyakit ini mempunyai karakteristik terjadinya degenerasi dari neuron
dopaminergik pas substansia nigra pars kompakta, ditambah dengan adanya inklusi
intraplasma yang terdiri dari protein yang disebut dengan Lewy Bodies.
Neurodegeneratif pada parkinson juga terjadi pasa daerah otak lain termasuk
lokus ceruleus, raphe nuklei, nukleus basalis Meynert, hipothalamus, korteks
cerebri, motor nukelus dari saraf kranial, sistem saraf otonom.
INSIDENSI
Penyakit Parkinson
terjadi di seluruh dunia, jumlah penderita antara pria dan wanita seimbang. 5 –
10 % orang yang terjangkit penyakit parkinson, gejala awalnya muncul sebelum
usia 40 tahun, tapi rata-rata menyerang penderita pada usia 65 tahun. Secara
keseluruhan, pengaruh usia pada umumnya mencapai 1 % di seluruh dunia dan 1,6 %
di Eropa, meningkat dari 0,6 % pada usia 60 – 64 tahun sampai 3,5 % pada usia
85 – 89 tahun.
Di Amerika Serikat, ada
sekitar 500.000 penderita parkinson. Di Indonesia sendiri, dengan jumlah
penduduk 210 juta orang, diperkirakan ada sekitar 200.000-400.000 penderita.
Rata-rata usia penderita di atas 50 tahun dengan rentang usia-sesuai dengan
penelitian yang dilakukan di beberapa rumah sakit di Sumatera dan Jawa- 18
hingga 85 tahun. Statistik menunjukkan, baik di luar negeri maupun di dalam
negeri, lelaki lebih banyak terkena dibanding perempuan (3:2) dengan alasan
yang belum diketahui.
ETIOLOGI
Parkinson primer belum
diketahui, masih belum diketahui. Terdapat beberapa dugaan, di antaranya ialah
: infeksi oleh virus yang non-konvensional (belum diketahui), reaksi abnormal
terhadap virus yang sudah umum, pemaparan terhadap zat toksik yang belum
diketahui, terjadinya penuaan yang prematur atau dipercepat.
Parkinson disebabkan
oleh rusaknya sel-sel otak, tepatnya di substansi nigra. Suatu kelompok sel
yang mengatur gerakan-gerakan yang tidak dikehendaki (involuntary). Akibatnya,
penderita tidak bisa mengatur/menahan gerakan-gerakan yang tidak disadarinya.
Mekanis-me bagaimana kerusakan itu belum jelas benar. Beberapa hal yang diduga
bisa menyebabkan parkinson adalah sebagai berikut.
1.Usia : Insiden meningkat
dari 10 per 10.000 penduduk pada usia 50 sampai 200 dari 10.000 penduduk pada
usia 80 tahun. Hal ini berkaitan dengan reaksi mikrogilial yang mempengaruhi
kerusakan neuronal, terutama pada substansia nigra, pada penyakit parkinson.
2.Geografi : Di Libya 31 dari
100.000 orang, di Buinos aires 657 per 100.000 orang. Faktor resiko yang
mempengaruhi perbedaan angka secara geografis ini termasuk adanya perbedaaan
genetik, kekebalan terhadap penyakit dan paparan terhadap faktor lingkungan.
3.Periode : Fluktuasi jumlah
penderita penyakit parkinson tiap periode mungkin berhubungan dengan hasil
pemaparan lingkungan yang episodik, misalnya proses infeksi, industrialisasi
ataupn gaya hidup. Data dari Mayo Klinik di Minessota, tidak terjadi perubahan
besar pada angka morbiditas antara tahun 1935 sampai tahun 1990. Hal ini
mungkin karena faktor lingkungan secara relatif kurang berpengaruh terhadap
timbulnya penyakit parkinson.
4.Genetik : Penelitian menunjukkan
adanya mutasi genetik yang berperan pada penyakit parkinson. Yaitu mutasi pada
gen a-sinuklein pada lengan panjang kromosom 4 (PARK1) pada pasien dengan
Parkinsonism autosomal dominan. Pada pasien dengan autosomal resesif parkinson,
ditemukan delesi dan mutasi point pada gen parkin (PARK2) di kromosom 6. Selain
itu juga ditemukan adanya disfungsi mitokondria. Adanya riwayat penyakit
parkinson pada keluarga meningakatkan faktor resiko menderita penyakit
parkinson sebesar 8,8 kali pada usia kurang dari 70 tahun dan 2,8 kali pada
usia lebih dari 70 tahun. Meskipun sangat jarang, jika disebabkan oleh
keturunan, gejala parkinsonisme tampak pada usia relatif muda. Kasus-kasus
genetika di USA sangat sedikit, belum ditemukan kasus genetika pada 100 penderita
yang diperiksa. Di Eropa pun demikian. Penelitian di Jerman menemukan hasil nol
pada 70 penderita. Contoh klasik dari penyebab genetika ditemukan pada
keluarga-keluarga di Italia karena kasus penyakit itu terjadi pada usia 46
tahun.
5.Faktor Lingkungan
a.Xenobiotik
Berhubungan erat dengan
paparan pestisida yang dapat menmbulkan kerusakan mitokondria.
b.Pekerjaan
Lebih banyak pada orang
dengan paparan metal yang lebih tinggi dan lama.
c.Infeksi
Paparan
virus influenza intrautero diduga turut menjadi faktor predesposisi penyakit
parkinson melalui kerusakan substansia nigra. Penelitian pada hewan menunjukkan
adanya kerusakan substansia nigra oleh infeksi Nocardia astroides.
d.Diet
Konsumsi
lemak dan kalori tinggi meningkatkan stress oksidatif, salah satu mekanisme
kerusakan neuronal pada penyakit parkinson. Sebaliknya,kopi merupakan
neuroprotektif.
e.Trauma kepala
Cedera
kranio serebral bisa menyebabkan penyakit parkinson, meski peranannya masih
belum jelas benar
f.Stress dan depresi
Beberapa
penelitian menunjukkan depresi dapat mendahului gejala motorik. Depresi dan
stress dihubungkan dengan penyakit parkinson karena pada stress dan depresi
terjadi peningkatan turnover katekolamin yang memacu stress oksidatif.
PATOFISIOLOGI
Dua hipotesis yang disebut juga sebagai mekanisme degenerasi
neuronal ada penyakit Parkinson ialah: hipotesis radikal bebas dan hipotesis
neurotoksin.
1.Hipotesis radikal
bebas
Diduga
bahwa oksidasi enzimatik dari dopamine dapat merusak neuron nigrotriatal,
karena proses ini menghasilkan hidrogren peroksid dan radikal oksi lainnya.
Walaupun ada mekanisme pelindung untuk mencegah kerusakan dari stress
oksidatif, namun pada usia lanjut mungkin mekanisme ini gagal.
2.Hipotesis neurotoksin
Diduga
satu atau lebih macam zat neurotoksik berpera pada proses neurodegenerasi pada
Parkinson.
Pandangan saat ini menekankan pentingnya ganglia basal dalam
menyusun rencana neurofisiologi yang dibutuhkan dalam melakukan gerakan, dan
bagian yang diperankan oleh serebelum ialah mengevaluasi informasi yang didapat
sebagai umpan balik mengenai pelaksanaan gerakan. Ganglia basal tugas primernya
adalah mengumpulkan program untuk gerakan, sedangkan serebelum memonitor dan
melakukan pembetulan kesalahan yang terjadi seaktu program gerakan
diimplementasikan. Salah satu gambaran dari gangguan ekstrapiramidal adalah
gerakan involunter.
Dasar patologinya mencakup lesi di ganglia basalis (kaudatus,
putamen, palidum, nukleus subtalamus) dan batang otak (substansia nigra,
nukleus rubra, lokus seruleus).
Secara sederhana , penyakit
atau kelainan sistem motorik dapat dibagi sebagai berikut :
1.Piramidal
; kelumpuhan disertai reflek tendon yang meningkat dan reflek superfisial yang
abnormal
2.Ekstrapiramidal :
didomonasi oleh adanya gerakan-gerakan involunter
3.Serebelar : ataksia
alaupun sensasi propioseptif normal sering disertai nistagmus
4.Neuromuskuler :
kelumpuhan sering disertai atrofi otot dan reflek tendon yang menurun.
Patofisiologi depresi pada penyakit Parkinson sampai saat ini
belum diketahui pasti. Namun teoritis diduga hal ini berhubungan dengan
defisiensi serotonin, dopamin dan noradrenalin.
Pada penyakit Parkinson terjadi degenerasi sel-sel neuronyang
meliputi berbagai inti subkortikal termasuk di antaranya substansia nigra, area
ventral tegmental, nukleus basalis, hipotalamus, pedunkulus pontin, nukleus
raphe dorsal, locus cereleus, nucleus central pontine dan ganglia otonomik.
Beratnya kerusakan struktur ini bervariasi. Pada otopsi didapatkan kehilangan
sel substansia nigra dan lokus cereleus bervariasi antara 50% - 85%, sedangkan
pada nukleus raphe dorsal berkisar antara 0% - 45%, dan pada nukleus ganglia
basalis antara 32 % - 87 %. Inti-inti subkortikal ini merupakan sumber utama
neurotransmiter. Terlibatnya struktur ini mengakibatkan berkurangnya dopamin di
nukleus kaudatus (berkurang sampai 75%), putamen (berkurang sampai 90%),
hipotalamus (berkurang sampai 90%). Norepinefrin berkurang 43% di lokus
sereleus, 52% di substansia nigra, 68% di hipotalamus posterior. Serotonin
berkurang 40% di nukleus kaudatus dan hipokampus, 40% di lobus frontalis dan
30% di lobus temporalis, serta 50% di ganglia basalis. Selain itu juga terjadi
pengurangan nuropeptid spesifik seperti met-enkephalin, leu-enkephalin,
substansi P dan bombesin.
Perubahan neurotransmiter dan neuropeptid menyebabkan perubahan
neurofisiologik yang berhubungan dengan perubahan suasana perasaan. Sistem
transmiter yang terlibat ini menengahi proses reward, mekanisme motivasi, dan
respons terhadap stres. Sistem dopamin berperan dalam proses reward dan reinforcement.
Febiger mengemukakan hipotesis bahwa abnormalitas sistem neurotransmiter pada
penyakit Parkinson akan mengurangi keefektifan mekanisme reward dan menyebabkan
anhedonia, kehilangan motivasi dan apatis. Sedang Taylor menekankan pentingnya
peranan sistem dopamin forebrain dalam fungsi-fungsi tingkah laku terhadap
pengharapan dan antisipasi. Sistem ini berperan dalam motivasi dan dorongan
untuk berbuat, sehingga disfungsi ini akan mengakibatkan ketergantungan yang
berlebihan terhadap lingkungan dengan berkurangnya keinginan melakukan
aktivitas, menurunnya perasaan kemampuan untuk mengontrol diri. Berkurangnya
perasaan kemampuan untuk mengontrol diri sendiri dapat bermanifestasi sebagai
perasaan tidak berguna dan kehilangan harga diri. Ketergantungan terhadap
lingkungan dan ketidakmampuan melakukan aktivitas akan menimbulkan perasaan
tidak berdaya dan putus asa. Sistem serotonergik berperan dalam regulasi
suasana perasaan, regulasi bangun tidur, aktivitas agresi dan seksual.
Disfungsi sistem ini akan menyebabkan gangguan pola tidur, kehilangan nafsu
makan, berkurangnya libido, dan menurunnya kemampuan konsentrasi. Penggabungan
disfungsi semua unsur yang tersebut di atas merupakan gambaran dari sindrom
klasik depresi.
KLASIFIKASI
Pada umumnya diagnosis sindrom Parkinson mudah ditegakkan, tetapi
harus diusahakan menentukan jenisnya untuk mendapat gambaran tentang etiologi,
prognosis dan penatalaksanaannya.
1.Parkinsonismus primer/
idiopatik/paralysis agitans.
Sering dijumpai dalam praktek sehari-hari dan kronis, tetapi
penyebabnya belum jelas. Kira-kira 7 dari 8 kasus parkinson termasuk jenis ini.
2.Parkinsonismus
sekunder atau simtomatik
Dapat disebabkan pasca ensefalitis virus, pasca infeksi lain :
tuberkulosis, sifilis meningovaskuler, iatrogenik atau drug induced, misalnya
golongan fenotiazin, reserpin, tetrabenazin dan lain-lain, misalnya perdarahan
serebral petekial pasca trauma yang berulang-ulang pada petinju, infark
lakuner, tumor serebri, hipoparatiroid dan kalsifikasi.
3.Sindrom paraparkinson
(Parkinson plus)
Pada
kelompok ini gejalanya hanya merupakan sebagian dari gambaran penyakit
keseluruhan. Jenis ini bisa didapat pada penyakit Wilson (degenerasi
hepato-lentikularis), hidrosefalus normotensif, sindrom Shy-drager, degenerasi
striatonigral, atropi palidal (parkinsonismus juvenilis).
GEJALA KLINIS
Meskipun gejala yang disampaikan di bawah ini bukan hanya milik
penderita parkinson, umumnya penderita parkinson mengalami hal itu.
1.Gejala Motorik
a.
Tremor/bergetar
Gejala penyakit parkinson sering luput dari pandangan awam, dan
dianggap sebagai suatu hal yang lumrah terjadi pada orang tua. Salah satu ciri
khas dari penyakit parkinson adalah tangan tremor (bergetar) jika sedang
beristirahat. Namun, jika orang itu diminta melakukan sesuatu, getaran tersebut
tidak terlihat lagi. Itu yang disebut resting tremor, yang hilang juga sewaktu
tidur.
Tremor terdapat pada jari tangan, tremor kasar pada sendi
metakarpofalangis, kadang-kadang tremor seperti menghitung uang logam atau
memulung-mulung (pil rolling). Pada sendi tangan fleksi-ekstensi atau
pronasi-supinasi pada kaki fleksi-ekstensi, kepala fleksi-ekstensi atau
menggeleng, mulut membuka menutup, lidah terjulur-tertarik. Tremor ini
menghilang waktu istirahat dan menghebat waktu emosi terangsang (resting/ alternating
tremor).
Tremor tidak hanya terjadi pada tangan atau kaki, tetapi bisa juga
terjadi pada kelopak mata dan bola mata, bibir, lidah dan jari tangan (seperti
orang menghitung uang). Semua itu terjadi pada saat istirahat/tanpa sadar.
Bahkan, kepala penderita bisa bergoyang-goyang jika tidak sedang melakukan
aktivitas (tanpa sadar). Artinya, jika disadari, tremor tersebut bisa berhenti.
Pada awalnya tremor hanya terjadi pada satu sisi, namun semakin berat penyakit,
tremor bisa terjadi pada kedua belah sisi.
b.
Rigiditas/kekakuan
Tanda yang lain adalah kekakuan (rigiditas). Jika kepalan tangan
yang tremor tersebut digerakkan (oleh orang lain) secara perlahan ke atas
bertumpu pada pergelangan tangan, terasa ada tahanan seperti melewati suatu
roda yang bergigi sehingga gerakannya menjadi terpatah-patah/putus-putus.
Selain di tangan maupun di kaki, kekakuan itu bisa juga terjadi di leher.
Akibat kekakuan itu, gerakannya menjadi tidak halus lagi seperti break-dance.
Gerakan yang kaku membuat penderita akan berjalan dengan postur yang
membungkuk. Untuk mempertahankan pusat gravitasinya agar tidak jatuh,
langkahnya menjadi cepat tetapi pendek-pendek.
Adanya hipertoni pada otot fleksor ekstensor dan hipertoni seluruh
gerakan, hal ini oleh karena meningkatnya aktifitas motorneuron alfa, adanya
fenomena roda bergigi (cogwheel phenomenon).
c.
Akinesia/Bradikinesia
Kedua gejala di atas biasanya masih kurang mendapat perhatian
sehingga tanda akinesia/bradikinesia muncul. Gerakan penderita menjadi serba
lambat. Dalam pekerjaan sehari-hari pun bisa terlihat pada tulisan/tanda tangan
yang semakin mengecil, sulit mengenakan baju, langkah menjadi pendek dan
diseret. Kesadaran masih tetap baik sehingga penderita bisa menjadi tertekan
(stres) karena penyakit itu. Wajah menjadi tanpa ekspresi. Kedipan dan lirikan
mata berkurang, suara menjadi kecil, refleks menelan berkurang, sehingga sering
keluar air liur.
Gerakan volunter menjadi lambat sehingga berkurangnya gerak
asosiatif, misalnya sulit untuk bangun dari kursi, sulit memulai berjalan,
lambat mengambil suatu obyek, bila berbicara gerak lidah dan bibir menjadi
lambat. Bradikinesia mengakibatkan berkurangnya ekspresi muka serta mimik dan
gerakan spontan yang berkurang, misalnya wajah seperti topeng, kedipan mata
berkurang, berkurangnya gerak menelan ludah sehingga ludah suka keluar dari
mulut.
d.
Tiba-tiba Berhenti atau Ragu-ragu untuk Melangkah
Gejala lain adalah freezing, yaitu berhenti di tempat saat mau
mulai melangkah, sedang berjalan, atau berputar balik; dan start hesitation,
yaitu ragu-ragu untuk mulai melangkah. Bisa juga terjadi sering kencing, dan
sembelit. Penderita menjadi lambat berpikir dan depresi. 13Bradikinesia
mengakibatkan kurangnya ekspresi muka serta mimic muka. Disamping itu, kulit
muka seperti berminyak dan ludah suka keluar dari mulut karena berkurangnya
gerak menelan ludah.
e.
Mikrografia
Tulisan tangan secara gradual menjadi kecil dan rapat, pada
beberapa kasus hal ini merupakan gejala dini.
f.
Langkah dan gaya jalan (sikap Parkinson)
Berjalan dengan langkah kecil menggeser dan makin menjadi cepat
(marche a petit pas), stadium lanjut kepala difleksikan ke dada, bahu
membengkok ke depan, punggung melengkung bila berjalan.
g.
Bicara monoton
Hal ini karena bradikinesia dan rigiditas otot pernapasan, pita
suara, otot laring, sehingga bila berbicara atau mengucapkan kata-kata yang
monoton dengan volume suara halus ( suara bisikan ) yang lambat.
h.
Dimensia
Adanya perubahan status mental selama perjalanan penyakitnya
dengan deficit kognitif.
i.
Gangguan behavioral
Lambat-laun menjadi dependen ( tergantung kepada orang lain ),
mudah takut, sikap kurang tegas, depresi. Cara berpikir dan respon terhadap
pertanyaan lambat (bradifrenia) biasanya masih dapat memberikan jawaban yang
betul, asal diberi waktu yang cukup.
j.
Gejala Lain
Kedua mata berkedip-kedip dengan gencar pada pengetukan diatas
pangkal hidungnya (tanda Myerson positif)
2.Gejala non motorik
a.
Disfungsi otonom
- Keringat berlebihan, air ludah
berlebihan, gangguan sfingter terutama inkontinensia dan hipotensi
ortostatik.
- Kulit berminyak dan infeksi
kulit seborrheic
- Pengeluaran urin yang banyak
- Gangguan seksual yang berubah
fungsi, ditandai dengan melemahnya hasrat seksual, perilaku, orgasme.
b.
Gangguan suasana hati, penderita sering mengalami depresi
c.
Ganguan kognitif, menanggapi rangsangan lambat
d.
Gangguan tidur, penderita mengalami kesulitan tidur (insomnia)
e.
Gangguan sensasi,
- Kepekaan kontras visuil lemah,
pemikiran mengenai ruang, pembedaan warna, penderita sering mengalami
pingsan, umumnya disebabkan oleh hypotension orthostatic, suatu kegagalan
sistemsaraf otonom untuk melakukan penyesuaian tekanan darah sebagai
jawaban atas perubahan posisi badan
- Berkurangnya atau hilangnya kepekaan indra perasa bau ( microsmia atau anosmia),
DIAGNOSIS
Diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Pada setiap kunjungan penderita :
1.
Tekanan darah diukur dalam keadaan berbaring dan berdiri, hal ini
untuk mendeteksi hipotensi ortostatik.
2.
Menilai respons terhadap stress ringan, misalnya berdiri dengan
tangan diekstensikan, menghitung surut dari angka seratus, bila masih ada
tremor dan rigiditas yang san gat, berarti belum berespon terhadap medikasi.
3.
Mencatat dan mengikuti kemampuan fungsional, disini penderita
disuruh menulis kalimat sederhana dan menggambarkan lingkaran-lingkaran
konsentris dengan tangan kanan dan kiri diatas kertas, kertas ini disimpan
untuk perbandingan waktu follow up berikutnya.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
·
EEG (biasanya terjadi perlambatan yang progresif)
·
CT Scan kepala (biasanya terjadi atropi kortikal difus, sulki
melebar, hidrosefalua eks vakuo).
TATALAKSANA
Penyakit Parkinson merupakan penyakit kronis yang membutuhkan
penanganan secara holistik meliputi berbagai bidang. Pada saat ini tidak ada
terapi untuk menyembuhkan penyakit ini, tetapi pengobatan dan operasi dapat
mengatasi gejala yang timbul.
Pengobatan penyakit parkinson bersifat individual dan simtomatik,
obat-obatan yang biasa diberikan adalah untuk pengobatan penyakit atau
menggantikan atau meniru dopamin yang akan memperbaiki tremor, rigiditas, dan
slowness.
Perawatan pada penderita penyakit parkinson bertujuan untuk
memperlambat dan menghambat perkembangan dari penyakit itu. Perawatan ini dapat
dilakukan dengan pemberian obat dan terapi fisik seperti terapi berjalan,
terapi suara/berbicara dan pasien diharapkan tetap melakukan kegiatan
sehari-hari.
Terapi Obat-obatan
Beberapa obat yang
diberikan pada penderita penyakit parkinson:
a.
Antikolinergik
Benzotropine ( Cogentin), trihexyphenidyl ( Artane). Berguna untuk
mengendalikan gejala dari penyakit parkinson. Untuk mengaluskan pergerakan.
b.
Carbidopa/levodopa
Levodopa merupakan pengobatan utama untuk penyakit parkinson. Di
dalam otak levodopa dirubah menjadi dopamine. L-dopa akan diubah menjadi
dopamine pada neuron dopaminergik oleh L-aromatik asam amino dekarboksilase
(dopa dekarboksilase). Walaupun demikian, hanya 1-5% dari L-Dopa memasuki
neuron dopaminergik, sisanya dimetabolisme di sembarang tempat, mengakibatkan
efek samping yang luas. Karena mekanisme feedback, akan terjadi inhibisi
pembentukan L-Dopa endogen. Carbidopa dan benserazide adalah dopa
dekarboksilase inhibitor, membantu mencegah metabolisme L-Dopa sebelum mencapai
neuron dopaminergik.
Levodopa mengurangi tremor, kekakuan otot dan memperbaiki gerakan.
Penderita penyakit parkinson ringan bisa kembali menjalani aktivitasnya secara
normal. Obat ini diberikan bersama carbidopa untuk meningkatkan efektivitasnya
& mengurangi efek sampingnya.
Sejak diperkenalkan akhir tahun 1960an, levodopa dianggap
merupakan obat yang paling banyak dipakai sampai saat ini. Levodopa dianggap
merupakan tulang punggung pengobatan penyakit parkinson. Berkat levodopa,
seorang penderita parkinson dapat kembali beraktivitas secara normal.
Banyak dokter menunda pengobatan simtomatis dengan levodopa sampai
memang dibutuhkan. Bila gejala pasien masih ringan dan tidak mengganggu,
sebaiknya terapi dengan levodopa jangan dilakukan. Hal ini mengingat bahwa
efektifitas levodopa berkaitan dengan lama waktu pemakaiannya.Levodopa
melintasi sawar-darah-otak dan memasuki susunan saraf pusat dan mengalami
perubahan ensimatik menjadi dopamin. Dopamin menghambat aktifitas neuron di
ganglia basal.
` Efek samping levodopa dapat berupa:
1.
Neusea, muntah, distress abdominal
2.
Hipotensi postural
3.
Sesekali akan didapatkan aritmia jantung, terutama pada penderita
yang berusia lanjut. Efek ini
diakibatkan oleh efek beta-adrenergik dopamine pada system konduksi jantung.
Ini bias diatasi dengan obat beta blocker seperti propanolol.
4.
Diskinesia.
Diskinesia
yang paling sering ditemukan melibatkan anggota gerak, leher atau muka.
Diskinesia sering terjadi pada penderita yang berespon baik terhadap terapi
levodopa. Beberapa penderita menunjukkan gejala on-off yang sangat mengganggu
karena penderita tidak tahu kapan gerakannya mendadak menjadi terhenti,
membeku, sulit. Jadi gerakannya terinterupsi sejenak.
5.
Abnormalitas laboratorium. Granulositopenia, fungsi hati abnormal
dan ureum darah yang meningkat merupakan komplikasi yang jarang terjadi pada
terapi levodopa. Efek samping levodopa pada pemakaian bertahun-tahun adalah
diskinesia yaitu gerakan motorik tidak terkontrol pada anggota gerak maupun
tubuh. Respon penderita yang mengkonsumsi levodopa juga semakin lama semakin
berkurang. Untuk menghilangkan efek
samping levodopa, jadwal pemberian diatur dan ditingkatkan dosisnya, juga
dengan memberikan tambahan obat-obat yang memiliki mekanisme kerja berbeda
seperti dopamin agonis, COMT inhibitor atau MAO-B inhibitor. Jika kombinasi
obat-obatan tersebut juga tidak membantu disini dipertimbangkan pengobatan
operasi. Operasi bukan merupakan pengobatan standar untuk penyakit parkinson
juga bukan sebagai terapi pengganti terhadap obat-obatan yang diminum.
c.
COMT inhibitors
Entacapone (Comtan), Tolcapone (Tasmar). Untuk mengontrol
fluktuasi motor pada pasien yang menggunakan obat levodopa. Tolcapone adalah
penghambat enzim COMT, memperpanjang efek L-Dopa. Tapi karena efek samping yang
berlebihan seperti liver toksik, maka jarang digunakan. Jenis yang sama,
entacapone, tidak menimbulkan penurunan fungsi liver.
d.
Agonis dopamin
Agonis dopamin seperti bromokriptin (Parlodel), pergolid (Permax),
pramipexol (Mirapex), ropinirol, kabergolin, apomorfin dan lisurid dianggap
cukup efektif untuk mengobati gejala Parkinson. Obat ini bekerja dengan
merangsang reseptor dopamin, akan tetapi obat ini juga menyebabkan penurunan
reseptor dopamin secara progresif yang selanjutnya akan menimbulkan peningkatan
gejala Parkinson.
Obat ini dapat berguna untuk mengobati pasien yang pernah
mengalami serangan yang berfluktuasi dan diskinesia sebagai akibat dari
levodopa dosis tinggi. Apomorfin dapat diinjeksikan subkutan. Dosis rendah yang
diberikan setiap hari dapat mengurangi fluktuasi gejala motorik.
e.
MAO-B inhibitors
Selegiline (Eldepryl), Rasagaline (Azilect). Inhibitor MAO diduga
berguna pada penyakit Parkinson karena neuotransmisi dopamine dapat
ditingkatkan dengan mencegah perusakannya. Selegiline dapat pula memperlambat
memburuknya sindrom Parkinson, dengan demikian terapi levodopa dapat
ditangguhkan selama beberapa waktu. Berguna untuk mengendalikan gejala dari
penyakit parkinson. Yaitu untuk mengaluskan pergerakan.
Selegilin dan rasagilin mengurangi gejala dengan dengan
menginhibisi monoamine oksidase B (MAO-B), sehingga menghambat perusakan
dopamine yang dikeluarkan oleh neuron dopaminergik. Metabolitnya mengandung
L-amphetamin and L-methamphetamin. Efek sampingnya adalah insomnia. Kombinasi
dengan L-dopa dapat meningkatkan angka kematian, yang sampai saat ini tidak
bisa diterangkan secara jelas. Efek lain dari kombinasi ini adalah stomatitis.
f.
Amantadine (Symmetrel)
Berguna untuk perawatan akinesia, dyskinesia, kekakuan, gemetaran.
g.
Inhibitor dopa dekarboksilasi dan levodopa
Untuk mencegah agar levodopa tidak diubah menjadi dopamin di luar
otak, maka levodopa dikombinasikan dengan inhibitor enzim dopa dekarboksilase.
Untuk maksud ini dapat digunakan karbidopa atau benserazide ( madopar ).
Dopamin dan karbidopa tidak dapat menembus sawar-otak-darah. Dengan demikian
lebih banyak levodopa yang dapat menembus sawar-otak-darah, untuk kemudian
dikonversi menjadi dopamine di otak. Efek sampingnya umunya hampir sama dengan
efek samping yang ditimbulkan oleh levodopa.
Deep Brain Stimulation (DBS)
Pada tahun 1987, diperkenalkan pengobatan dengan cara memasukkan
elektroda yang memancarkan impuls listrik frekuensi tinggi terus-menerus ke
dalam otak. Terapi ini disebut deep brain stimulation (DBS). DBS adalah
tindakan minimal invasif yang dioperasikan melalui panduan komputer dengan
tingkat kerusakan minimal untuk mencangkokkan alat medis yang disebut
neurostimulator untuk menghasilkan stimulasi elektrik pada wilayah target di
dalam otak yang terlibat dalam pengendalian gerakan.
Terapi ini memberikan stimulasi elektrik rendah pada thalamus.
Stimulasi ini digerakkan oleh alat medis implant yang menekan tremor. Terapi
ini memberikan kemungkinan penekanan pada semua gejala dan efek samping, dokter
menargetkan wilayah subthalamic nucleus (STN) dan globus pallidus (GP) sebagai
wilayah stimulasi elektris. Pilihan wilayah target tergantung pada penilaian
klinis.
DBS kini menawarkan harapan baru bagi hidup yang lebih baik dengan
kemajuan pembedahan terkini kepada para pasien dengan penyakit parkinson. DBS
direkomendasikan bagi pasien dengan penyakit parkinson tahap lanjut (stadium 3
atau 4) yang masih memberikan respon terhadap levodopa.
Pengendalian parkinson dengan terapi DBS menunjukkan keberhasilan
90%. Berdasarkan penelitian, sebanyak 8 atau 9 dari 10 orang yang menggunakan
terapi DBS mencapai peningkatan kemampuan untuk melakukan akltivitas normal
sehari-hari.
Selain terapi obat yang diberikan, pemberian makanan harus
benar-benar diperhatikan, karena kekakuan otot bisa menyebabkan penderita
mengalami kesulitan untuk menelan sehingga bisa terjadi kekurangan gizi
(malnutrisi) pada penderita. Makanan berserat akan membantu mengurangi ganguan
pencernaan yang disebabkan kurangnya aktivitas, cairan dan beberapa obat.
Terapi Fisik
Sebagian terbesar penderita Parkinson akan merasa efek baik dari
terapi fisik. Pasien akan termotifasi sehingga terapi ini bisa dilakukan di
rumah, dengan diberikan petunjuk atau latihan contoh diklinik terapi fisik.
Program terapi fisik pada penyakit Parkinson merupakan program jangka panjang
dan jenis terapi disesuaikan dengan perkembangan atau perburukan penyakit,
misalnya perubahan pada rigiditas, tremor dan hambatan lainnya.
Latihan fisik yang teratur, termasuk yoga, taichi, ataupun tari
dapat bermanfaat dalam menjaga dan meningkatkan mobilitas, fleksibilitas,
keseimbangan, dan range of motion. Latihan dasar selalu dianjurkan, seperti
membawa tas, memakai dasi, mengunyah keras, dan memindahkan makanan di dalam
mulut.
Terapi Suara
Perawatan yang paling besar untuk kekacauan suara yang diakibatkan
oleh penyakit Parkinson adalah dengan Lee Silverman Voice Treatment ( LSVT ).
LSVT fokus untuk meningkatkan volume suara. Suatu studi menemukan bahwa alat
elektronik yang menyediakan umpan balik indera pendengar atau frequency
auditory feedback (FAF) untuk meningkatkan kejernihan suara.
Terapi Gen
Pada saat sekarang ini, penyelidikan telah dilakukan hingga tahap
terapi gen yang melibatkan penggunaan virus yang tidak berbahaya yang dikirim
ke bagian otak yang disebut subthalamic nucleus (STN). Gen yang digunakan
memerintahkan untuk mempoduksi sebuah enzim yang disebut glutamic acid
decarboxylase (GAD) yang mempercepat produksi neurotransmitter (GABA). GABA
bertindak sebagai penghambat langsung sel yang terlalu aktif di STN.
Terapi lain yang sedang dikembangkan adalah GDNF. Infus GDNF
(glial-derived neurotrophic factor) pada ganglia basal dengan menggunakan
implant kathether melalui operasi. Dengan berbagai reaksi biokimia, GDNF akan
merangsang pembentukan L-dopa.
Pencangkokan syaraf
Cangkok sel stem secara genetik untuk memproduksi dopamine atau
sel stem yang berubah menjadi sel memproduksi dopamine telah mulai dilakukan.
Percobaan pertama yang dilakukan adalah randomized double-blind sham-placebo
dengan pencangkokan dopaminergik yang gagal menunjukkan peningkatan mutu hidup
untuk pasien di bawah umur.
Operasi
Operasi untuk penderita Parkinson jarang dilakukan sejak
ditemukannya levodopa. Operasi dilakukan pada pasien dengan Parkinson yang
sudah parah di mana terapi dengan obat tidak mencukupi. Operasi dilakukan
thalatotomi dan stimulasi thalamik.
Terapi neuroprotektif
Terapi neuroprotektif dapat melindungi neuron dari kematian sel
yang diinduksi progresifitas penyakit. Yang sedang dikembangkan sebagai agen
neuroprotektif adalah apoptotic drugs (CEP 1347 and CTCT346), lazaroids,
bioenergetics, antiglutamatergic agents, dan dopamine receptors. Adapun yang
sering digunakan di klinik adalah monoamine oxidase inhibitors (selegiline and
rasagiline), dopamine agonis, dan complek I mitochondrial fortifier coenzyme
Q10.
Nutrisi
Beberapa nutrient telah diuji dalam studi klinik klinik untuk
kemudian digunakan secara luas untuk mengobati pasien Parkinson. Sebagai
contoh, L- Tyrosin yang merupakan suatu perkusor L-dopa mennjukkan efektifitas
sekitar 70 % dalam mengurangi gejala penyakit ini. Zat besi (Fe), suatu
kofaktor penting dalam biosintesis L-dopa mengurangi 10%- 60% gejala pada
penelitian terhadap 110 pasien.
THFA, NADH, dan piridoxin yang merupakan koenzim dan perkusor
koenzim dalam biosintesis dopamine menunjukkan efektifitas yang lebih rendah
dibanding L-Tyrosin dan zat besi. Vitamin C dan vitamin E dosis tinggi secara
teori dapat mengurangi kerusakan sel yang terjadi pada pasien Parkinson. Kedua
vitamin tersebut diperlukan dalam aktifitas enzim superoxide dismutase dan
katalase untuk menetralkan anion superoxide yang dapat merusak sel.
Belum lama ini, Koenzim Q10 juga telah digunakan dengan cara kerja
yang mirip dengan vitamin A dan E. MitoQ adalah suatu zat sintesis baru yang
memiliki struktur dan fungsi mirip dengan koenzim Q10.
PROGNOSIS
Obat-obatan yang ada sekarang hanya menekan gejala-gejala
parkinson, sedangkan perjalanan penyakit itu belum bisa dihentikan sampai saat
ini. Sekali terkena parkinson, maka penyakit ini akan menemani sepanjang
hidupnya.
Tanpa perawatan, gangguan yang terjadi mengalami progress hingga
terjadi total disabilitas, sering disertai dengan ketidakmampuan fungsi otak
general, dan dapat menyebabkan kematian.
Dengan perawatan, gangguan pada setiap pasien berbeda-berbeda.
Kebanyakan pasien berespon terhadap medikasi. Perluasan gejala berkurang, dan
lamanya gejala terkontrol sangat bervariasi. Efek samping pengobatan terkadang
dapat sangat parah.
PD sendiri tidak dianggap sebagai penyakit yang fatal, tetapi
berkembang sejalan dengan waktu. Rata-rata harapan hidup pada pasien PD pada
umumnya lebih rendah dibandingkan yang tidak menderita PD. Pada tahap akhir, PD
dapat menyebabkan komplikasi seperti tersedak, pneumoni, dan memburuk yang
dapat menyebabkan kematian.
Progresifitas gejala pada PD dapat berlangsung 20 tahun atau
lebih. Namun demikian pada beberapa orang dapat lebih singkat. Tidak ada cara
yang tepat untuk memprediksikan lamanya penyakit ini pada masing-masing
individu. Dengan treatment yang tepat, kebanyakn pasien PD dapat hidup
produktif beberapa tahun setelah diagnosis.
PENUTUP
Penyakit Parkinson adalah penyakit neurodegeneratif yang bersifat
kronis progresif, merupakan suatu penyakit/sindrom karena gangguan pada ganglia
basalis akibat penurunan atau tidak adanya pengiriman dopamine dari substansia
nigra ke globus palidus/ neostriatum (striatal dopamine deficiency). Di Amerika
Serikat, ada sekitar 500.000 penderita parkinson. Di Indonesia sendiri, dengan
jumlah penduduk 210 juta orang, diperkirakan ada sekitar 200.000-400.000
penderita
Penyakit Parkinson merupakan penyakit kronis yang membutuhkan
penanganan secara holistik meliputi berbagai bidang. Pada saat ini tidak ada
terapi untuk menyembuhkan penyakit ini, tetapi pengobatan dan operasi dapat
mengatasi gejala yang timbul . Obat-obatan yang ada sekarang hanya menekan
gejala-gejala parkinson, sedangkan perjalanan penyakit itu belum bisa
dihentikan sampai saat ini. Sekali terkena parkinson, maka penyakit ini akan
menemani sepanjang hidupnya.
Tanpa perawatan, gangguan yang terjadi mengalami progress hingga
terjadi total disabilitas, sering disertai dengan ketidakmampuan fungsi otak
general, dan dapat menyebabkan kematian. Dengan perawatan, gangguan pada setiap
pasien berbeda-berbeda. Kebanyakan pasien berespon terhadap medikasi. Perluasan
gejala berkurang, dan lamanya gejala terkontrol sangat bervariasi. Efek samping
pengobatan terkadang dapat sangat parah.
DAFTAR PUSTAKA
Agoes,
Azwar, dkk. 2010. Penyakit di Usia Tua. Penyakit Parkinson. Jakarta. EGC. Hal
147-152
Ganong,
William F., and Mcphee, Stephen J. 2011. Patofisiologi Penyakit Edisi
5. Penyakit Parkinson. Jakarta. EGC. Hal 188-189
No comments:
Post a Comment